┏📜📚📖━━━━━━━━━━━━━┓
*Majmu'ah Riyadhussalafiyyin*
┗━━━━━━━━━━━━━📖📚📜┛
📖 [SEPUTAR QADA PUASA Bagian. 3]
🌾🌻📝 *JIKA UTANG PUASA TAHUN LALU BELUM SELESAI SAMPAI BERTEMU RAMADAN TAHUN BERIKUTNYA*
Hutang puasa Ramadan yang belum lunas sampai bertemu Ramadan berikutnya lagi memiliki dua keadaan:
Pertama, belum lunas karena ada uzur atau penghalang. Dalam keadaan ini, kewajibannya hanya mengqada saja.
Kedua, belum lunas disebabkan kelalaiannya, malas dan menunda-nunda. Dia tidak memiliki uzur. Dalam keadaan ini, maka kewajibannya ialah:
[1] Bertaubat kepada Allah karena sudah melakukan pelanggaran. Imam Nawawi berkata,
فَلَوْ أَخَّرَ الْقَضَاءَ إلَى رَمَضَانَ آخَرَ بِلَا عُذْرٍ أَثِمَ
"Jika seseorang menunda qada puasa sampai datang Ramadan berikutnya tanpa uzur, maka dia berdosa." (Al-Majmu', VI/364)
Asy-Syaikh al-Utsaimin menerangkan,
ِفَعَلَى مَن فَعَلَ ذَلِكَ أَن يَسْتَغْفِرَ اللّه وَيَتُوبَ إِلَيه
َمِمَّا أَخَّر
"Wajib atas orang yang melakukan hal ini untuk memohon ampun dan bertaubat kepada Allah karena dia telah menunda qada puasa (hingga bertemu Ramadan lagi)." (At-Ta'liq 'ala Shahih Muslim, V/424)
[2] Dia segera mengqada sehabis puasa Ramadan pada tahun berikutnya itu. Tentang orang yang belum menyelesaikan hutang puasanya tanpa uzur, Imam Nawawi mengatakan,
وَلَزِمَهُ صَوْمُ رَمَضَانَ الْحَاضِرِ وَيَلْزَمُهُ بَعْدَ ذَلِكَ قَضَاءُ رَمَضَانَ
"Dia wajib berpuasa Ramadan tahun itu, lalu setelahnya dia harus mengqada Ramadan tahun lalu." (Al-Majmu', VI/364)
[3] Dianjurkan untuk membayar fidyah di samping mengqada. Dengan dasar;
1. Di dalam Al-Qur'an Allah hanya mewajibkan qada.
2. Telah sahih fatwa dari sejumlah sahabat seperti Abu Hurairah dan Ibnu Abbas bahwa di samping mengqada, orang yang belum melunasi hutang puasanya sampai bertemu Ramadan berikutnya juga memberi makan orang miskin sejumlah hari yang belum diqada. (Baca: Al-Itmam bi Syarh Kitab ash-Shiyam min Umdah al-Ahkam, hlm. 88-90)
Fatwa sejumlah sahabat tersebut dimaknakan sebagai sebuah anjuran, bukan keharusan, karena:
- Mewajibkan untuk memberi makan bagi yang menunda qada sampai bertemu Ramadan lagi, berarti menyelisihi ayat (QS. al-Baqarah: 184) yang hanya menyebutkan qada saja bagi siapapun yang masih memiliki hutang puasa, semakna ini penjelasan Imam al-Bukhari dalam kitab Shahih beliau.
Al-Faqih Ibnu Hazm rahimahullah berkata,
وَلَمْ يَحُدَّ اللَّهُ تَعَالَى وَلَا رَسُولُهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فِي ذَلِكَ وَقْتًا بِعَيْنِهِ، فَالْقَضَاءُ وَاجِبٌ عَلَيْهِمْ أَبَدًا حَتَّى يُؤَدَّى أَبَدًا، وَلَمْ يَأْتِ نَصُّ قُرْآنٍ وَلَا سُنَّةٍ بِإِيجَابِ إطْعَامٍ فِي ذَلِكَ فَلَا يَجُوزُ إلْزَامُ ذَلِكَ أَحَدًا لِأَنَّهُ شَرْعٌ وَالشَّرْعُ لَا يُوجِبُهُ فِي الدِّينِ إلَّا اللَّهُ تَعَالَى عَلَى لِسَانِ رَسُولِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَقَطْ. وَهَذَا قَوْلُ أَبِي حَنِيفَةَ، وَدَاوُدَ
"Allah dan rasul-Nya tidak memberikan batas akhir waktu tertentu untuk membayar hutang puasa. Jadi, kewajiban menyelesaikan hutang puasa ialah selamanya sampai mereka qada, tidak ada ayat Al-Qur'an dan hadis Rasulullah yang mengharuskan untuk memberi makan di samping mengqada. Jadi, tidak boleh mengharuskan seorang pun untuk melakukannya. Karena itu, masalah memberi makan ini adalah syariat sedangkan syariat dalam agama tidak ada yang menetapkannya kecuali Allah melalui lisan Rasulullah ﷺ saja. Pendapat ini ialah pendapat Abu Hanifah dan Dawud." (Al-Muhalla, VI/337 pembahasan 769)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah ketika menerangkan masalah ini berkata,
ظاهر القرآن يدل على أنه لا يلزمه الإطعام مع القضاء؛ لأن الله لم يوجب إلا عدة من أيام أخر، ولم يوجب أكثر من ذلك، وقول الصحابي حجة ما لم يخالف النص، وهنا خالف ظاهر النص فلا يعتد به، وعليه فلا نلزم عباد الله بما لم يلزمهم الله به، إلا بدليل تبرأ به الذمة، على أن ما روي عن ابن عباس وأبي هريرة ـ رضي الله عنهم ـ يمكن أن يحمل على سبيل الاستحباب لا على سبيل الوجوب.
"Lahiriah ayat Al-Qur'an menunjukkan bahwa tidak ada kewajiban untuk membayar fidyah di samping mengqada. Allah tidak mewajibkan kecuali mengganti pada hari-hari yang lain, tidak mewajibkan lebih dari itu.
Ucapan sahabat adalah hujah apabila tidak menyelisihi dalil dan di sini menyelisihi lahiriyah dalil sehingga tidak bisa dijadikan landasan. Atas dasar ini, kita tidak boleh mengharuskan hamba-hamba Allah dengan suatu amalan yang tidak diharuskan oleh Allah kecuali dengan dalil yang dapat menetapkan suatu tanggung jawab.
Ditambah juga, yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Abu Hurairah memungkinkan untuk dibawa pada makna anjuran bukan makna wajib." (Asy-Syarh al-Mumti', VI/446)
Jadi, kesimpulannya atsar dari sejumlah sahabat tentang masalah ini merupakan dasar untuk kita mengatakan hukumnya sunah. Asy-Syaikh al-Utsaimin berkata,
وقد ألزمه بعض أهل العلم بالكفارة عن كل يوم، لأنه أخر ذلك لغير عذر، فإن فعل فقد أحسن، وإن ترك أي لم يطعم فلا حرج عليه.
"Sebagian ulama mengharuskan untuk memberi makan orang miskin sejumlah hari yang masih tersisa dari hutang puasanya karena dia menundanya (sampai bertemu Ramadan tahun depan) tanpa ada uzur. Jika dia melakukannya, maka ini bagus dan jika tidak, maka juga tidak masalah." (Fatawa Nur 'alad Darb, VII/306)
🖋 Oleh: _al-Ustadz Hari Ahadi_ حفظه الله
📲 *Ayo Join dan Share*:
➖➖➖➖➖➖➖➖➖
📚 Faedah:
telegram.me/Riyadhus_Salafiyyin
🖼 Poster dan Video:
telegram.me/galerifaedah
🌏 Kunjungi:
www.riyadhussalafiyyin.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar