Tata Cara Shalat Id Ketika Dikerjakan di Rumah
(Ust. Qomar ZA)
Pada dasarnya, sama saja shalat Id di rumah atau di luar rumah, baik di tanah lapang—dan itulah yang sesuai dengan sunnah (ajaran Nabi)—maupun di masjid.
Hanya saja, ada beberapa hal yang berbeda, sebagaimana akan dijelaskan insya Allah. Karena itu, kita akan menyebutkan secara ringkas adab dan tuntunan shalat Id.
▪️Mandi sebelum melakukan shalat Id.
▪️Memakai wewangian.
▪️Berhias dengan pakaian yang bagus.
▪️Memakan kurma dalam jumlah ganjil: tiga, lima, atau tujuh butir, sebelum melaksanakan shalat Id.
Apabila tidak ada kurma, memakan sesuatu yang manis, seperti madu; sebagaimana yang disarankan sebagian tabiin, seperti Mu’awiyah bin Qurrah dan Ibnu Sirin.
Bahkan, sekalipun hanya meminum seteguk air, sepantasnya tetap dia lakukan, sebagaimana kata Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari (2/447).
▪️Bertakbiran sambil menunggu shalat, dengan lafaz,
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلهِ الْحَمْدُ
Atau,
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلهِ الْحَمْدُ
▪️Melaksanakan shalat Id pada waktunya.
Waktunya dimulai setelah matahari terbit kira-kira seukuran setinggi tombak (sudah keluar dari waktu larangan shalat) sampai menjelang tengah hari. Disunnahkan shalat Id dikerjakan pada awal waktu.
▪️Tanpa mengumandangkan adzan dan iqamah, termasuk tanpa seruan “ash-Shalatu jami’ah”, menurut pendapat yang lebih kuat.
▪️Shalat Id dilaksanakan tetap dua rakaat dengan suara keras atau jahr, dengan niat shalat Id.
Sedikit kita jelaskan bahwa dalam hal ini ada beberapa pendapat ulama. Ada yang mengatakan, dilakukan empat rakaat. Hal ini diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu. Ada pula pendapat yang lain. Perinciannya bisa dilihat dalam kitab Fathul Bari karya Ibnu Rajab.
Singkat saja bahwa pendapat yang terkuat adalah tetap dilaksanakan dengan dua rakaat dan dengan takbir tambahan. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat Anas radhiallahu anhu. Ini menjadi pendapat beberapa ulama.
Saat ditanya tentang hal ini, Syaikh al-Albani menjawab, “Diqadha seperti yang terlewatkan, dan ini merupakan kaidah dalam fikih.”
▪️Tetap disunnahkan menambah takbir tujuh kali setelah takbiratul ihram pada rakaat pertama, dan lima kali setelah takbir intiqal (takbir saat berdiri) pada rakaat yang kedua, seperti penjelasan ulama di atas.
Dalam hal ini juga ada pendapat yang mengatakan tanpa tambahan takbir. Namun, sebagaimana penjelasan sebelumnya, tata cara shalat Id tidak berubah.
▪️Mengangkat tangan pada takbir tambahan menurut jumhur (mayoritas) ulama. Adapun Imam Malik berpendapat tidak mengangkat tangan.
▪️Bacaan istiftah, menurut asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, dan mayoritas ulama, dibaca setelah takbiratul ihram, lalu takbir tujuh kali.
Adapun pendapat al-Auza’i dan Ahmad dalam riwayat lain dari beliau, istiftah dibaca setelah takbir tujuh kali. Imam Ahmad membolehkan setelah takbir tujuh kali atau sebelumnya. (Masa’il Imam Ahmad riwayat putranya, Abdullah, 132)
Hal ini mungkin karena tidak ada riwayat yang jelas yang menentukan di mana letak istiftah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar