Kamis, 28 April 2022

Ayah

(111)

Seorang Ayah Yang Tengah Berjihad

Sepuluh malam terakhir Ramadhan 1443 H. Malam ke-25 tepatnya.

Ada seorang ayah, bahkan banyak dan bukan seorang, yang kini sedang berpikir berat. Dalam hitungan hari ke depan, ada banyak biaya yang mesti dikeluarkan.

Iya...

Waktu masuk pondok anak-anaknya sudah dekat. Biaya transportasi saja sudah menjadi beban pikiran.

Belum lagi anaknya yang dinyatakan diterima sebagai santri asrama. Ada beberapa alokasi biaya yang mau tak mau harus dipenuhi.

Bukan ratusan ribu. Bahkan, gaji 2 atau 3 bulan standart UMR nya belum tentu cukup. Apalagi jika anaknya tak hanya satu. Dua, tiga, atau lebih dari itu.

Wahai, ayah....

1. Jangan lupa! Malam-malam ini adalah malam-malam istimewa. Jangan lewatkan sia-sia begitu saja!

Berdoalah! Sungguh, Allah maha mendengar dan maha mengabulkan doa.

Berdoalah layaknya anak kecil yang menangis meraung-raung agar keinginannya terkabul. Berdoalah bagai orang yang hampir tenggelam.

Sebut saja dalam pintamu, " Ya Allah, ya Hayyu ya Qayyum...hamba-Mu tak bisa berbuat apa-apa lagi. Tak bisa hamba berharap kepada makhluk. Hanya kepada-Mu ya Allah hamba bersandar. Kepada-Mu hamba bersimpuh. Tolonglah hamba. Anak-anak hamba hendak berthalabul ilmi namun kesulitan biaya. Ya Hayyu ya Qayyum perlihatkanlah keajaiban-keajaiban dari-Mu..."

Bulan Ramadhan adalah bulan doa!

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

"Rabb kalian berkata, “Berdoalah kepada-Ku niscaya akan Kukabulkan" (Ghafir : 60)

Angkatlah tanganmu bertengadah! Khusyuklah engkau meminta. Menangislah. Dalam suaramu yang lirih merintih, yakinlah bahwa Allah maha penyayang lagi maha dermawan.

2. Jangan lelah untuk melangkah mencari nafkah! Itulah jihadmu, wahai ayah.

Abdullah bin Al Mubarok (Shifatus Shofwah 4/375) menerangkan, " Tidak ada amalan yang bisa menandingi usaha menafkahi keluarga. Bahkan, jihad fii sabilillah sekalipun "

Jihad yang sifatnya sunnah maksudnya.

Abu Qilabah (Shifatus Shofwah 3/168) memotivasi : " Tidak ada orang yang lebih besar pahalanya dibandingkan seorang ayah yang menafkahi anak-anaknya yang masih kecil. Ia berusaha menjaga kehormatan dan mencukupi anak-anaknya"

Selalu saja ada waktu untuk mempersiapkan diri. Carilah peluang usaha walaupun kecil. Temukan celah nafkah meskipun sempit. Sebab, itulah jihadmu, wahai ayah!

Lelah itu jangan hiraukan! Letihmu abaikan saja!

Demi kebaikan anakmu, untuk thalabul ilmi anakmu, rela-relakanlah engkau bersusah payah! Tidak ada yang Allah sia-siakan.

Untuk kenyamanan anakmu thalabul ilmi, agar anakmu betah dan enjoy di pondoknya kelak, berikanlah apa yang ia mau. Asalkan syar'i. Selagi tidak melanggar aturan pondok. 

Jangan banyak berhitung! Tidak usah merasa eman. Sebab, anak yang saleh dan salehah adalah keuntungan yang terus mengalir. Walaupun orangtua telah meninggal dunia.

Thalabul ilmi memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Para Salaf sampai-sampai menjual tiang rumah, menjual baju yang masih dipakai, sampai habis-habisan, sampai mereka tak punya apa-apa. Untuk apa? Demi thalabul ilmi.

Wahai ayah yang sedang berjihad...bersabarlah karena ini hanya sesaat. Tidak lama lagi engkau akan menikmati hasilnya. Kesalehan anakmu akan membasuh lelahmu. Kebaikan mereka juga tergantung seberapa perjuanganmu.

Saya hanya bisa ikut mendoakan ; Semoga setiap ayah yang sedang berjihad untuk mempersiapkan anaknya masuk ke pondok, diberi kelapangan rejeki dan kelancaran.

Aamiiiin


Musholla Al Ilmu, Lendah, malam 25 Ramadhan 1443 H/27 April 2022

  t.me/anakmudadansalaf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar